Dalam masa pemerintahan raja-raja tanah jawa tersebutlah kerajaan Majapahit dengan penguasanya Prabu Brawijaya.Prabu Brawijaya menurut naskah babad disebutkan adalah raja terakhir penguasa kerajaan Majapahit.Dikisahkan bahwa pada suatu hari putri Prabu Brawijaya yang bernama Retno Ayu Pambayun diculik oleh Menak Dali Putih raja kerajaan Blambangan putra Menak Jingga.Pada masa itu tersebutlah seorang pahlawan bernama Jaka Senggara yang berhasil merebut dan membebaskan Retno Ayu Pambayun dari tangan Menak Dali Putih sehingga dalam pertempuran itu Menak Dali Putih menemui ajalnya. Atas jasa dari Jaka Senggara tersebut kemudian Prabu Brawijaya mengangkat Jaka Senggara menjadi bupati Pengging dengan gelar kebesaran Handayaningrat.Selain dianugerahi menjadi bupati Pengging,Jaka Senggara dinikahkan dengan Retno Ayu Pambayun. Kerajaan Majapahit dimasa-masa akhir kehancurannya terjadi pemberontakan dimana-mana.Pemberontakan-pemberontakan itu didasari keinginan merebut tahta kerajaan.Handayaningrat gugur dimedan laga saat perang antara Majapahit dengan Demak Bintoro.Disebutkan bahwa Handayaningrat (Ki Ageng Pengging Sepuh)tertusuk keris Sunan Ngudung hingga menemui ajalnya.Tahta kerajaan Majapahit berikut benda-benda pusaka kerajaan diboyong ke Demak.Kemudian Raden Patah atas prakarsa para wali songo mendirikan kerajaan Demak. Setelah terbunuhnya Handayaningrat maka pemerintahan Pengging dipegang oleh anaknya yang bernama Ki Kebo Kenanga dengan gelar Ki Ageng Pengging.Sejak saat itu Pengging menjadi daerah bawahan kerajaan Kasultanan Demak.Ketika Kasultanan Demak terjadi perang pengaruh antara para wali songo pendukung kerajaan Kasultanan Demak dengan Syeh Siti Jenar,pertentangan itu semakin meruncing sehingga terpaksa diselesaikan dengan pertumpahan darah.Ki Ageng Pengging dihukum mati karena dituduh hendak memberontak terhadap kekuasaan Kasultanan Demak. Ki Ageng Pengging mempunyai seorang anak yang bernama Mas Karebet.Ketika dilahirkan ayahnya Ki Ageng Pengging sedang menggelar pertunjukan wayang beber dengan dalang Ki Ageng Tingkir.Setelah selesai ndalang Ki Ageng Tingkir jatuh sakit dan meninggal dunia. Setelah kematian Ki Ageng Pengging,Nyai Ageng Pengging sering sakit-sakitan dan tidak lama kemudian meninggal dunia.Sejak saat itu Mas Karebet diambil sebagai anak asuh oleh Nyai Ageng Tingkir. Mas Karebet tumbuh menjadi pemuda yang gemar olahkanuragan dan bertapa sehingga mendapat sebutan Jaka Tingkir.Jaka Tingkir diambil murid oleh Sunan Kalijaga dan pernah juga berguru kepada Ki Ageng Selo.Ditempat Ki Ageng Selo itu Jaka Tingkir dipersaudarakan dengan cucu Ki Ageng Selo yaitu Ki Juru Martani,Ki Ageng Pemanahan dan Ki Panjawi. Pada masa Kasultanan Demak yang dipimpin oleh Sultan Trenggono,Jaka Tingkir banyak berjasa.Sultan Trenggono menjadikan Jaka Tingkir bupati Pajang dan menikahkannya juga dengan salah satu putrinya yang bernama Ratu Mas Cempaka.Jaka Tingkir dianugerahi gelar Hadiwijaya. Sepeninggal Sultan Trenggana tahun 1546, Sunan Prawoto naik takhta, namun kemudian tewas dibunuh sepupunya, yaitu Arya Penangsang bupati Jipang. Setelah itu, Arya Penangsang juga berusaha membunuh Hadiwijaya namun gagal. Dengan dukungan Ratu Kalinyamat (bupati Jepara putri Sultan Trenggana), Hadiwijaya dan para pengikutnya berhasil mengalahkan Arya Penangsang. Ia pun menjadi pewaris tahta Kesultanan Demak, yang ibu kotanya dipindah ke Pajang.Hadiwijaya atau Jaka Tingkir kemudian mengganti nama kerajaan menjadi kerajaan Kasultanan Pajang(tahun 1549).
kepada Kyai Tepusrumput seorang putri triman yang sedang hamil 4 bulan.Setelah menunggu cukup lama, akhirnya putri triman itu melahirkan jabang bayi laki-laki, yang kemudian Ia serahkan kembali kepada Sultan pajang. Akan tetapi, oleh Sultan Pajang bayi tersebut diserahkan kembali kepada kyai Tepusrumput, yang kemudian bergelar Kyai Ageng Ore-ore.Setelah tumbuh dewasa, anak dari putri triman atau anak tiri dari Kyai Tepusrumput menggantikan kedudukan Kyai Tepusrumput dengan gelar Kyai Adipati Anyakrapati atau Adipati Onje II.
Adipati Anyakrapati atau Adipati Onje II memperistri dua orang yang berasal dari Cipaku dan Pasir Luhur. Dari istri yang berasal dari Cipaku, Ia di karuniai 2 orang putra, yakni; Raden Cakra Kusuma dan Raden Mangunjaya. Selanjutnya dengan istri keduanya yang berasal dari Pasir Luhur, Adipati Anyakrapati atau Adipati Onje II di karuniai 2 putera yang semunya adalah perempuan.Karena selalu terjadi percekcokan dalam keluarga akhirnya Adipati Onje membunuh kedua istrinya. Selanjutnya Ia kawin dengan anak perempuan Adipati Arenan yang bernama Nyai Pingen.Dari perkawinan tersebut, Adipati Onje II, dikaruniai seorang
putra bernama Kyai Arsa Kusuma yang kemudian berganti nama menjadi Kyai Arsantaka.
Setelah dewasa, Kyai Arsantaka kawin dengan 2 orang putri.Istri pertama bernama Nyai Merden dan istri kedua bernama Nyai Kedung Lumbu. Dari istri pertama, Kyai Arsantaka di karuniai 5 orang putera, yakni; pertama Nyai Arsamenggala, kedua Kyai Dipayuda,ketiga Kyai Arsayuda, yang kemudian menjadi menantu Tumenggung Yudanegara II. Putera keempat bernama Mas Ranamenggala dan kelima adalah Nyai Pancaprana.Dengan istri kedua, Kyai Arsantaka di karuniai 1 putera yaitu Mas Candrawijaya, yang di kemudian hari menjadi Patih Purbalingga.
Diceritakan bahwa kyai Arsantaka meninggalkan Kadipaten Onje untuk berkelana ke arah timur dan sesampainya di desa Masaran (Sekarang di Kecamatan Bawang, Kabupaten Banjarnegara) diambil anak angkat oleh Kyai Wanakusuma yang masih anak keturunan Kyai Ageng Giring dari Mataram.
Pada tahun 1740 – 1760, Kyai Arsantaka menjadi demang di Kademangan Pagendolan (sekarang termasuk wilayah desa Masaran), suatu wilayah yang masih berada dibawah pemerintahan Karanglewas (sekarang termasuk kecamatan Kutasari, Purbalingga) yang dipimpin oleh R. Tumenggung Dipayuda I.
Kyai Arsantaka karena banyak menyumbang jasa maka dinobatkan menjadi Raden Tumenggung Dipayuda II.Banyak riwayat yang menceritakan tentang kepahlawanan dari Kyai Arsantaka antara lain ketika terjadi perang Jenar, yang merupakan bagian dari perang Mangkubumen, yakni sebuah peperangan antara Pangeran Mangkubumi dengan kakaknya Paku Buwono II dikarenakan Pangeran mangkubumi tidak puas terhadap sikap kakanya yang lemah terhadap kompeni Belanda. Dalam perang jenar ini, Kyai Arsantaka berada didalam pasukan kadipaten Banyumas yang membela Paku Buwono.
Dikarenakan jasa dari Kyai Arsantaka kepada Kadipaten Banyumas pada perang Jenar, maka Adipati banyumas R. Tumenggung Yudanegara mengangkat putra Kyai Arsantaka yang bernama Kyai Arsayuda menjadi menantu. Seiring dengan berjalannya waktu, maka putra Kyai Arsantaka yakni Kyai Arsayuda menjadi Tumenggung Karangwelas dan bergelar Raden Tumenggung Dipayuda III.
Masa masa pemerintahan Kyai Arsayuda dan atas saran dari ayahnya yakni Kyai Arsantaka yang bertindak sebagai penasihat, maka pusat pemerintahan dipindah dari Karanglewas ke desa Purbalingga,dikemudian hari menjadi Kabupaten Purbalingga.
Anak kedua Kyai Arsantaka dari Nyai Merden yang bernama Kyai Dipayuda berkelana kewilayah Banjar Pertambakan(sekarang Banjarmangu)yang dikuasai Kyai Ngabei Wirayuda.Beberapa waktu kemudian Kyai Ngabei Wirayuda meninggal dunia sehingga wilayah Banjar tidak ada yang menguasai.Konon atas kekosongan kekuasaan ini maka Kyai Dipayuda diangkat menjadi Raden Tumenggung Dipayuda IV.
Raden Tumenggung Dipayuda IV banyak berjasa ketika perang Pangeran Diponegoro.Hal ini diceritakan dalam babad Pupuh:
“Tumuta lampah kawula, sri naréndra ngandika iya becik, tinimbalan praptèng ngayun, sang nata angandika, Dipayuda milua amapag musuh, tur sembah matur sandika”
Artinya:” Mengikuti saran, sang raja berkata,”Ya, kalau begitu panggillah Dipayuda menghadap saya”. Kepada Dipayuda raja memerintahkan untuk mencegat musuh dan di jawab bahwa dia siap”.
Sehingga Sri Susuhunan Paku Buwono VII mengusulkan agar Raden Tumenggung Dipayuda IV diangkat menjadi bupati Banjar.berdasarkan Resolutie Governeor General Buitenzorg tanggal 22 agustus 1831 nomor I.Usul tersebut disetujui oleh Gubernur Jenderal.Peristiwa ini kemudian lebih dikenal dengan Banjar Watu Lembu.
Persoalan meluapnya Sungai Serayu menjadi kendala yang menyulitkan komunikasi dengan Kasunanan Surakarta. Kesulitan ini menjadi sangat dirasakan menjadi beban bagi bupati ketika beliau harus menghadiri Pasewakan Agung pada saat-saat tertentu di Kasultanan Surakarta. Untuk mengatasi masalah ini diputuskan untuk memindahkan ibukota kabupaten ke selatan Sungai Serayu.
Daerah Banjar (sekarang Kota Banjarnegara) menjadi pilihan untuk ditetapkan sebagai ibukota yang baru. Kondisi daerah yang baru ini merupakan persawahan yang luas dengan beberapa lereng yang curam.Di daerah persawahan (Banjar) inilah didirikan ibukota kabupaten (Negara) yang baru sehingga nama daerah ini menjadi”Banjarnegara”(Banjar:Sawah,Negara:Kota).R.Tumenggung Dipayuda menjabat Bupati sampai tahun 1846.Setelah pensiun dari jabatan bupati Kyai Dipayuda atau Raden Tumenggung Dipayuda IV tidak ada kabar beritanya lagi ditingkat pemerintahan.Maka diangkatlah Raden Adipati Dipadiningrat sebagai penggantinya.
Tidak ada kabar secara pasti kemana kepergian Kyai Dipayuda pendiri Banjarnegara.Namun menurut kabar angin yang tersiar bahwa Kyai Dipayuda bersama dengan istri meninggalkan kota Banjarnegara untuk mencari kehidupan yang tenang disebuah kaki gunung di dataran tinggi Dieng.Tersebutlah gunung Nagasari.
Kuat dugaan bahwa Kyai Dipayuda bersama istri membuka hutan dikaki gunung Nagasari.Lama-kelamaan menjadi sebuah kampung.Kyai Dipayuda dan Nyai Dipayuda menghabiskan masa-masa terakhir umurnya dan meninggal dunia di kampung tersebut.Karena jasa Kyai Dipayuda mendirikan perkampungan dan memberikan petuah-petuah kepada masyarakat kemudian lebih banyak dikenal dengan nama Kyai Gembol.Setelah Kyai Dipayuda meninggal dunia kemudian atas kesepakatan dari warga kampung kemudian namanya diabadikan menjadi nama desa yaitu Desa Gembol Kecamatan Pejawaran Kabupaten Banjarnegara Jawa Tengah.
Wallahu ‘alam.Hanya Allah s.w.t yang tahu secara pasti kebenaran sejarah ini.Adapun segala kesalahan hanyalah kekurangpengetahuan dari penulis semata-mata.
===TAMAT===
- Babad Onje,
- Babad Purbalingga,
- Babad Banyumas
- Babad Jambukarang,
- Babad pupuh.
- Babad Majapahit dan Para Wali Jilid 3. 1989. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah,
- Babad Tanah Jawi, Mulai dari Nabi Adam Sampai Tahun 1647. (terj.). 2007. Yogyakarta: Narasi,
- Akhmad Tohari(budayawan)Drs.Mugiyarto”Jejak-jejak Pembangunan Purbalingga”2007
- Sejarah singkat Banjarnegara(http://www.banjarnegarakab.co.id),
- Berbagai sumber terkait lainnya.
32 komentar:
sip mas tlng madosaken hubungane daerah banjarnegara entah itu kecamatan atau peninggalan2 sama dngn nama2 pewayangan itu gimana ymas sejarahnya,maturnuwun?
Pertanyaanya:
Dimanakah makam dari dipayudha?
tentu kita akan bingung, karena menurut sejarah setelah pensiun dari jabatan bupati Kyai Dipayuda atau Raden Tumenggung Dipayuda IV tidak ada kabar beritanya lagi ditingkat pemerintahan
Tidak ada kabar secara pasti kemana kepergian Kyai Dipayuda pendiri Banjarnegara.Namun menurut kabar angin yang tersiar bahwa Kyai Dipayuda bersama dengan istri meninggalkan kota Banjarnegara untuk mencari kehidupan yang tenang
artinya tidak diketahui secara jelas makam dari Raden Tumenggung Dipayuda IV pendiri Banjarnegara
cerita ini sangat menarik bagi saya, karena sayapun sedang mencari jati diri dari sebuah makam keramat leluhur desa Lembasari-Kec.Jatinegara Kab.Tegal
Tersebutlah komplek makam "Mbah Jeneng" yang sangat tersohor dan banyak dikunjungi orang dari berbagai penjuru kota
Berpuluh puluh tahun bahkan ratusan tahun warga hanya bisa menyebutnya "Mbah jeneng" tanpa banyak mengetahui asal-usulnya. Namun semua percaya bahwa itu adalah makam "keramat"
Sampai suatu saat masyarakat sepakat untuk mengungkap "siapakah sebenarnya Mbah Jeneng itu?"
Melalui mediasi Kyai asal Jokjakarta "Gus Muafik" berzirahlah beliau dan warga ke makam "Mbah jeneng" dengan tujuan mengungkap siapakah "Mbah Jeneng" itu sebenarnya yang selama ini dianggap keramat warga desa Lembasari
Hasilnya pak kyai mengatakan bahwa: Mbah jeneng sebanarnya bergelar Dipayuda panglima perang jaman pangeran Diponegoro
Disebutkan Dipayuda atau "Mbah Jeneng" bersembunyi dari kejaran Belanda waktu itu, sehingga beliau tidak mau menyebutkan jati dirinya dengan masyarakat desa Lembasari waktu itu, yang menurut pak kyai sekitar tahun 1840-an, itulah alasan kenapa mbah jeneng tidak jelas jati dirinya
di blog disitu tertulis bahwa Raden Tumenggung Dipayuda IV dan istrinya setelah pensiun beliau meninggalkan banjarnegara ke suatu tempat yang belum jelas keberadaanya
saya berpendapat bahwa "Mbah Jeneng" leluhur warga Lembasari merupakan pendiri Kota Banjarnegara yang bernama Raden Tumenggung Dipayuda IV
tujuan saya menuliskan ini adalah menelusuri titik temu sejarah yang tidak tertulis, bagi siapa saja warga Banjarnegara yang peduli dimohon untuk memperhatikan tulisan saya ini.....karena siapa tahu "Leluhur/pendiri Banjarnegara Bersemayam di Desa Lembasari-Jatinegara-Tegal yang dikenal dengan sebutan "Makam Mbah Jeneng"
Terimakasih.....
Saya mengajak penulis blog ini untuk melakukan analisis lebih lanjut...saya menunggu saudara.terimaksaih
saya bisa di hubungi di 081911555790
buat warga banjar, ada yg pernah dengar nama dipawirono?
Bagus sekali alur cerita disertai sumber sejarah. Aku nanya tentang demang Jalipura yang dikenal sebagai sesepuh desa Dagan kecamatan Bobotsari. Mungkin anda punya sumber tertulisnya. Maturnuwun mas.
Di desa saya ada jg makam dipayuda.tepatnya di desa jatimakmur kec.songgom kab.brebes
Kami juga dari keluarga Trah Dipayuda di daerah Pepen, Mbosol, njeron ndabag, Giripeni, Wates, Kulon Progo YK, dahulu merupakan daerah benteng pertahanan Laskar Diponegoro dan diteruskan putranya yg bernama RM. Sodewo. Kami meyakini Trah kami erat hubungannya dg jaman peperangan Sebelum maupun sesudah Perang Diponegoro / Perang Jawa... Wallahu A'lam Bisawab.
Saya dari trah keturunan Cakra Kusuma, alamatku di Batur cakrakusuma desa panembahan Cilongok Banyumas, tidak jauh ada pohon pule. No hp/WA 085833255133
adakah trah dipoyudho sebagai panglima pangeran diponegoro yang melarikan diri bersembunyi di daerah wonogiri..?
Menurut cerita turun temurun, bahwa Leluhur kami Kyai Dipoyudo berjuang & berkelana dari daerah asalnya yang belum diketahui (pada masa abad 18),untuk menentang Belanda dan menghindari kejaran Belanda akhirnya menetap di tempat penyepian yang selanjutnya daerah itu menjadi daerah markas benteng pertahanan pasukan Pangeren Diponegoro dan keturunannya di wilayah Timur sungai Bogowonto, daerah aliran sungai Serang Kulon Progo, yang jaman dahulu daerah itu bernama Desa Pepen, Berasal dari kata bahasa Sunda 'Penpen' yaitu Desa Penyepian. Bahkan di penanda Makam beliau beserta Istri (model Kayu Jati tumpuk 6) dan pendereknya tidak bertuliskan namanya demi keamanan identitas & anak turunnya dari pencarian penjajah pada waktu itu. Wallahu A'lam Bisawab.
enten mas didesa jatimakmur ada makan yg menjadi sesepuh desa kami dan namanya sama mbah dipayuda .500 meter dari masjid jati makmur arah ketimur
Membaca dari alur di atas didapati bahwa Dipayuda itu ada 4 orang;1)Raden Tumenggung Dipayuda I, 2)Raden Tumenggung Dipayuda II (Kyai Arsantaka), 3)Raden Tumenggung Dipayuda III (Kyai Arsayuda),dan 4) Raden Tumenggung Dipayuda IV yg menjadi bupati Banjarnegara.Khusus yg Raden Tumenggung Dipayuda IV itu makamnya ada di Banjarnegara sebagaimana tertulis berada di Ds.Gembol Kec.Pejawaran,Kab.Banjarnegara.Adapun Raden Tumenggung Dipayuda I,II,III itu belum bisa dipastikan.Gus Muwafiq/KH.Ahmad Muwafiq hanya menyebut mbah Dipayuda/mbah Jeneng tanpa menyebutkan Dipayuda keberapa.Bisa jadi yg Dipayuda ke-1,ke-2 atau ke-3 yg dimakamkan di Lembasari Jatinegara Tegal.
Kyai Dipayuda I/Raden Tumenggung Dipayuda I adalah putera dari Raden Panji Gandakusuma/Raden Tumenggung Yudanegara III/Kanjeng Adipati Danureja I bin Raden Tumenggung Yudanegara II/Kyai Sumawijaya.Sedangkan Kyai Dipayuda II/Raden Tumenggung Dipayuda II/Raden Arsa Kusuma/Kyai Arsantaka adalah putera dari Adipati Anyakrapati/Adipati Onje II yg kemudian berputera Kyai Dipayuda III/Raden Tumenggung Dipayuda III/Kyai Arsayuda.Yg menjadi menantu dari Raden Tumenggung Yudanegara II adalah Raden Tumenggung Dipayuda III/Kyai Arsayuda.Penelusuran lanjutan;Makam dari Dipayuda II dan III ada di komplek makam Arsantaka dukuh Pekuncen Purbalingga Lor Kab.Purbalingga.Dari Dipayuda I,II,III itu tidak ada yg terlibat peperangan Pangeran Diponegoro 1825-1830.Hanya Dipayuda IV yg ikut terlibat bersama Raden Tumenggung Brotosudiro 1811-1831.R.T.Brotosudiro menggantikan putera R.T.Dipayuda III yaitu R.T.Dipa Kusuma I menjadi bupati Purbalingga.Sedangkan R.T.Dipayuda IV menjadi bupati Banjarnegara 1847-1850.Adapun R.T.Dipa Kusuma I (1792-1811) adalah putera dari R.T.Dipayuda III dari istri kedua yg bernama Nyai Tegal Pingen berasal dari Tegal.Makam R.T.Dipayuda I tidak berada di Banjarnegara,Purbalingga,Banyumas ataupun Cilacap.Lebih memungkinkan berada di Yogyakarta sebab R.T.Yudanegara III/Adipati Danurejo I memang menjadi patih di Yogyakarta dan anak cucu keturunannya lebih banyak di Yogyakarta.Mengenai makam mbah Jeneng/mbah Dipayuda yg di Lembasari Jatinegara Tegal,coba tanyakan ke KH.Ahmad Muwafiq/Gus Muwafiq untuk lebih jelasnya.
Apa ada hubungannya dengan Ki Diposentono dan Ki Dipomenggolo dari Mboro, Wates?
Setahu saya makam simbah dipayuda ada di payudan sebelah selatan agak ketimur Kota Salatiga
Almarhum buyut saya bernama Abdullah Dipoyudo. Menurut cerita beliau dulu adalah seorang prajurit Diponegoro. Bersama dua adiknya; Mangun dan Umar meninggalkan tanah kelahirannya di daerah Mataram (Mentaram, entah Jogja atau Surakarta bagian mana). Abdullah ini membuka pesantren di desa Kalipepe, Kec. Yosowilangun, Kab. Lumajang, Jatim. Makamnya juga ada di sana. Sedangkan adiknya Mangun tinggal di Pondok Kobong, Kedung Rejo, Yosowilangun, Lumajang. Adapun Umar tinggal di desa Jombang Kec. Jombang, Kab. Jember. Mungkin ada yang bisa menyambungkan nasab kami.
Mohon no WAnya,Mas. Suwun
Nenggonku kebumen, buayan,,, penembaan makam dikeramatkan /:...makame :,mbah PANJi WIRA YuDA mbok menwi enten hubungani,,, sejarahnya itu senopati perang jaman kompeni
Untuk semua admin blogger , saya asli dari desa gembol kecamatan pejawaran kabupaten banjarnegara .
Berdasarkan informasi dari mbah saya yaitu mbah temo putri, istri dari mbah temo miyo (alm) mbah temo miyo tersebut mempunyai ayah / di sebutkan dengan buyut saya yang bernama mbah reja , terus di lanjutkan dengan canggah saya atau bapak dari mbah reja tersebut bernama mbah krama. dan bapak dari mbah krama atau di kenal bahasa jawanya dengan udeg-udeg bernama mbah wangsa/wongso. Dan silsilah dari semua itu yang sudah terdaftar masih ada sumber darah daging atau garis keturunan asli dari mbah gembol/ mbah dipayuda IV. Dan kenapa masih bersilsilah dari mbah dipayudha IV, Di karenakan garis keturunan dari mbah gembol / mbah dipayudha IV bermukim di desa sini dan mempunyai garis keturunan yaitu, dari mbah wangsa sampai sekarang ke saya dan kluarga saya, terimakasih
Posting Komentar